Artikel Penulis Perms Kom Modifikasi Jenis

Kedudukan dan Fungsi Manusia Heru Cimay rwxr-xr-x 0 3/23/2011

Filename Kedudukan dan Fungsi Manusia
Permission rw-r--r--
Author Heru Cimay
Date and Time 3/23/2011
Label
Action

   Sebagai makhluk ciptaan Allah S.W.T baik itu alam, tumbuhan, binatang, ataupun manusia tentu mempunyai kedudukan dan fungsi masing-masing, misalkan alam beserta isinya, tumbuhan, dan binatang memiliki fungsi untuk mencukupi kebutuhan manusia. Lalu apakah fungsi kita sebagai manusia? Dan seperti apakah kedudukan manusia? Berikut ulasannya.
    
   Status/kedudukan manusia dibumi ini selalu di kaitkan dengan ke khalifahan. Misalnya, Quraisy Shihab (1992) telah membahas masalah kekhalifahan ini. Menurut hasil penelitiannya, bahwa didalam al-Qur’an terdapat kata khalifah dalam bentuk tunggal sebanyak dua kali, yaitu dalam surat al-Baqarah ayat 30 dan shad ayat 26; dan dalam bentuk plural (jamak), yaitu khalaif dan khulafa’ yang masing-masing sebanyak empat kali dan tiga kali. Keseluruihan kata tersebut menurutnya berakar pada kata “khulafa” yang pada mulanya berarti “dibelakang”. Dari sini, kata khalifah menurutnya seringkali diartikan sebagai”pengganti”.
   Dalam uraian selanjutnya Quraish Shihab menyatakan segi penggunaan istilah-istilah tersebut. Dengan mengacu kepada ayat yang artinya: “Dan Daud membunuh Jalut, Allah memberinya kekuasaan/kerajaan dan hikmah serta mengajarkannya apa yang Dia kehendaki”. Quraish Shihab menyatakan bahwa kekhalifahan yang dianugerahkan kepada Daud as, bertalian dengan kekuasaan mengolah wilayah tertentu.  Hal ini diperolehnya berkat anugerah illahi yang mengajarkan kepadanya al-Hikmah dan ilmu pengetahuan sebagaimana disebutkan itu memberikan petunjuk yang jelas tentang adanya kaitan yang erat antara pelaksanaan fungsi kekhalifahan dengan pendidikan dan pengajaran, yaitu untuk dapat melaksanakan fungsi kekhalifahan itu sebagai khalifah (wakil Tuhan), untuk melaksanakan segala yang diridhai Allah SWT.
   Sebagai khalifah diatas bumi ini manusia memiliki peranan untuk mengkulturkan natur dan dalam waktu yang sama untuk meng-Islamkan kultur. Untuk memainkan perannya manusia diperlengkapi Allah dengan berbagai macam hidayat (insting, indera, akal, agama, dan hidayat taufiq). Kepada manusia dianugerahkan beberapa kebebasan memiliki (limited  free-will), dengan konsekuensi tanggung jawab yang ditanggung secara individual pada hari Akhirat, dimana segala indera dan alat badani lainnya dijadikan sebagai saksi. Baik yang berbuat kebajikan maupun yang berbuat kejahatan, bagaimana kecilpun, niscaya bakal dinampakkan. Disamping kedudukan sebagai khalifah (wakil Allah), dalam waktu yang sama manusia itu sebagai Abdullah (Hamba/Pengabdi Allah), dengan tugas melaksanakan ibadah (pengabdian) dalam arti yang seluas-luasnya kepada Allah. Beribadah itu pada hakikatnya adalah dalam rangka melaksanakan fungsi kekhalifahan dan kehambaannya. Sementara itu, Musa Asy’ari menyatakan bahwa esensi ‘abd adalah ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan yang semuanya itu layak diberikan kepada Tuhan.
   Ketika pengertian ibadah ini dihubungkan dengan pengertian khalifah, dapat diperoleh pemahaman bahwakedudukan sebagi khalifah adalah sebagai pengganti, ia memegang kepemimpinan dan kekuasaan yang ada. Oleh karena itu, esensi seorang khalifah adalah kreatifitas. Sedangkan seorang ‘abd adalah ketaatan dan kepatuhan. Dengan demikian kedudukan manusia dialam raya ini disamping sebagai khalifah yang memiliki  kekuasaan untuk mengolah alam, dengan menggunakan segenap daya potensi yang dimilikinya, juga sekaligus sebagai ‘abd yang keseluruhan usaha dan kreatifitasnya itu harus dilaksanakan dalam rangka mengabdi kepada Allah.
   Orang yang beriman memandang manusia sebagai makhluk yang mulia dan terhormat disisi Allah. Manusia diciptakan dengan bentuk yang sebaik-baiknya setelah kedalam jasadnya ditiupkan ruh ketuhanan maka para malaikat diperintahkan untuk bersujud, menghormat, kepadanya, diberi ilmu dan kehendak, dijadikan khalifah di atas bumi yang merupakan central aktivitas alam raya semua yang dilangit dan di bumi bekerja untuk kepentingan manusia. Seluruh makhluk alam raya berhidmat kepada manusia, sedangkan Allah menciptakan manusia untuk berhidmat kepada Allah SWT. Keadaan ini telah diatur dalam rencana Allahsebagai mana dinyatakan dalam firman-Nya QS. Al-Baqoroh: 29 (Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada dibumi untuk kamu semuanya) dan QS adz-Dzariyat: 56 (Dan tidaklah Aku menciptakan Jin dan Manusia melainkan untuk menyembah-Ku). Dari ayat ini dapat dipahami bahwa kemuliaan manusia itu bukan karena entitas atau keberadaan wujud manusia tetapi karena fungsi atau relasi antar manusia dengan Allah, manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan lingkungannya (hablum minallah, wa hablim minannas, dan hablum minal alam). Karena lingkungan diperuntukkan manusia maka relasi yang pokok dinyatakan dua saja yaitu relasi dengan Allah dan relasi dengan sesama manusia. Bagi manusia yang tidak mampu menghubungkan kedua relasi ini mereka akan berada dalam kehinaan dan kerendahan, karena mereka mendustakan ayat-ayat Allah, mengingkari rencana Allah, melanggar program Allah. Allah menjelaskan keadaan ini dalam firman-Nya (QS. Al-Baqarah 61).
“Ditimpakan kepada mereka kehinaan, kerendahan, kenistaan, dan kemurkaan dari Allah, hal itu terjadi karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah, dan membunuh para Nabi yang memang tidak dibenarkan".
Dan (QS Ali-Imran 112):
“Mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemakmuran dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas”. Dari ayat tersebut kita dapat memahami adanya tiga entitas yaitu Allah, manusia, dan ayat-ayat Allah yang terdiri dari ayat tanziliyah (Al-Qur’an) dan ayat kauniah (alam semesta). Manusia akan hina dan rendah apabila tidak mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan ketiga entitas tersebut. Semua bentuk relasi manusia dengan ketiga entitas itu mempunyai dua kemungkinan, yaitu: Khaerun (baik) sesuai dengan program Allah, dan Syarrun (jelek) tidak sesuai dengan program Allah. Bila relasi itu didasarkan di diorientasikan terhadap Allah semata (berperilaku sesuai dengan hukum-hukum Allah) ikhlas sepenuhnya mengabdi kepada Allah (melaksanakan fungsi kehambaannya). Ini berarti sesuai dengan perintah Allah. Sebagai mana dinyatakan-Nya dalam Al-Qur’an surat Al-Bayyinah 5:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam menjalankan agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”.
   Perilaku yang demikian disebut beriman dan beramal shaleh yaitu amalnya orang yang baik dan akan diberi hadiah (pahala) oleh Allah berupa jannah (syurga) yang mengalir dibawahnya sungai-sungai yang kekal didalamnya dan senantiasa ridla kepada Allah dan di ridla Allah, mereka itulah yang digolongkan orang yang takut kepada Allah. Sebagaimana dinyatakan Allah dalam QS Al-Bayinnah 7-8 sebagai berikut:
Inilah dua jalan yang ditunjukkan Allah sebagaimana Firman-Nya, dalam QS Al-Balad 10:
“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan”, Yang dimaksud dengan dua jalan ialah jalan orang yang beriman (kebajikan) dan jalan orang kafir (kejahatan). Manusia diberi kemerdekaan untuk memilihnya, mau mempertahankan kemuliaannya atau mau hina, dua jalan itu sudah jelas akibatnya dan Allah tidak akan memaksa manusia untuk memilih jalan agama-Nya sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya QS Al-Baqarah 256:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang teguh pada buhul tali yang amat kuat tidak akan putus. Dan Allah maha mendengar lagi maha mengetahui.
Dan Allah juga berfirman: “Sesungguhnya Kami telah menunjukkan jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir”.

   Dengan memperhatikan uraian diatas maka fungsi manusia adalah melaksanakan aturan-aturan Allah baik ia sebagai Khalifah maupun sebagai hamba dengan seikhlas-ikhlasnya dengan menghilangkan pamrih kepada yang lain, pamrih dari segala perbuatan hanya hanya semata-mata kepada Allah.
   Orang yang hidupnya sesuai dengan agama Islam itu adalah orang yang bersyukur dan orang yang meninggalkan aturan Islam disebut orang kufur (menutupi ajaran Islam dengan yang lain) misalnya dengan materi, hawa nafsu, jabatan dan lainnya. Hidup teratur ini merupakan suatu keutamaan manusia, karena itu manusia harus memelihara keharmonian antara aturan dan perilaku.
 

Template Edited © 2011 By Cimay Noobs | Blog Newbie
Original Design By p4r46hcyb3rn3t